RAHSA : Berdamailah dengan Rahsa Tunggal.


TOLAK kenaikan BBM !!!


Friday 4 May 2007

Diri, Budaya dan Beradaban

Kebudayaan terkait erat dengan dimensi-dimensi manusia, Dan dapat dilihat dalam dua sudut, pertama: kebudayaan sebagai kata benda. Maksud kebudayaaan ini berarti kebudayaan sebagai hasil dan produksi kreativitas dengan ciri sebagai sesuatu yang sudah jadi, beku, dan mati (meski tetap merupakan hasil kesadaran kegiatan kehendak dan buah rohani dan jasmani manusia). Kedua: kebudayaan sebagai kata kerja, berarti kebudayaan yang di lihat sebagi sebuah proses, yang bertumbuh dan berkembang terus sebagai ekspresi tindakan sadar manusia dalam mengolah lingkungan (evolusi). Dalam artian tersebut, kebudayaan itu dinamis, aktif-kreatif.

Menurut Franz Magnis Suseno, kebudayaan adalah sesuatu yang hidup, seiring dengan nafas dan gerak manusia. Dalam ungkapan tersebut. Ia menegaskan kembali bahwa kebudayaan adalah manusia itu sendiri sehingga setiap nafas dan gerak yang diciptakan oleh manusia merupakan sebuah kebudayaan yang mempunyai landasan logis, estetis dan merafisis. jadi ketika manusia berkembang maka kebudayaan juga berkembang dan ketika manusia mati atau stagnan maka kebudayaan juga akan mati dan stagnan.

Perkembangan manusia dan kebudayaan tergantung bagaimana individu atau masyarakat (manusia) dalam memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan, karena akar dari kebudayaan adalah ilmu pengetahuan (observasi, keterbukaan, kritik, dan empiris). yang lebih spesifik dan lebih urgen dalam penggalian ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah bagaimana manusia dapat mengetahui tentang jadi diri (hakekat) manusia itu sendiri, penggalian dan pengenalan, Jati diri akan berimbas pada proses terciptanya ilmu pengetahuan dan dari proses pengolahan ilmu pengetahuan akan tercipta sebuah kebudayaan dan sebagai klimaks dari proses-proses yang diciptakan maka akan lahir sebuah peradaban.

Berbicara masalah peradaban tidak akan terlepas dari kebudayaan, dan ketika merancang sebuah kebudayaan (yang akan menjadi identitas) dibutuhkan pranata-pranata yang akan menopang keberlangsungan agar tetap bisa berdiri kokoh. Adapun ruang lingkup dari pranata-pranata tersebut antara lain; wadah (pasar atau CafĂ©), system, program dan kurikulum. Ketika pranata-pranata tersebut telah dibangun maka kebudayaan diharapkan akan berjalan dan sanggup untuk berlari, akan tetapi untuk menciptakan pranata-pranata tersebut tidaklah mudah, karena berlajar dari sejarah bahwa semuanya tidak akan terlepas dari “kerikil-kerikil tajam dan tebing-tebing tinggi” yang siap menghadang, dan pada waktu itu kebudayaan akan mengalami jatuh bangun.

Untuk menciptakan (membangun) pranata-pranata kebudayaan dibutuhkan sebuah wadah yang akan mengakomodir ide dan system zang akan dibangun, oleh karena itu maka kami mencoba mentransformasikan pranata-pranata tersebut kedalam sebuah wadah yang kami sebut sebagai labolatorium.

Untuk menjelma menjadi laboraturium kemanusian dan kebudayaan tidaklah mudah, dibanding dengan terus berceloteh dan mengumbar kata sampai berbusa-busa. Penjelmaan tersebut membutuhkan sebuah transformasi kurikulum (disen dan managemen keilmuan) yang dapat merancang dan merencanakan infrastruktur dan suprastruktur yang sistematis. Dalam hal ini Transformasi budaya diharapkan menjadi sebuah pendekatan alternatif untuk megerakan roda kebudayan yang dapat menembus batas-batas (baik yang formil maupun yang terstruktur) yang sulit untuk di lalui dan di sikapi.
jadi sudah saatnya kita dapat mentranspormasikan nilai-nilai leluhur para pendahulu kita dengan mengembangkan akar buda yang kita miliki (sebagai karakter budaya) agar dapat berevolusi dan menjadi sebuah peradaban yang akan ikut mewarnai peradaban dunia.

No comments: